Selasa, 27 Oktober 2009

Jumat, 08 Februari 2008

PENYAKIT- PENYAKIT pada BONSAI

KLOROSIS

Gejalanya daun menjadi kuning kecuali tulang daunnya yang masih tetap hijau.Mungkin gejala ini akibat kekurangan zat besi. Jadi sebaiknya tanaman diberi pupuk yang mengandung zat besi. Tanah yang terlalu padat serta basah bisa juga menyebabkan gejala seperti itu, sebab akar tanaman tidak cukup mendapat oksigen. Bila terjadi demikian tanah dibongkar lalu dilakukan repotting tanaman dan media diganti dengan yang lebih kasar, atau penyiraman dikurangi.

EMBUN TEPUNG

Penyakit ini akibat serangan jamur. Gejalanya bisa diidentifikasi dari adanya tepung berwarna putih atau abau-abu pada permuakaan atas daun. Biasanya hal itu terjadi bila temperature tinggi, dikombinasi dengan kurangnya sirkulasi udara atau kelembapan yang terlalu tinggi. Pengendalian dilakukan dengan menggunakan fungisida seperti benomyl atau fungisida sulfur lainnya. Untuk menjaga agar tanaman tetap sehat, tanaman yang mati dan daun yang terifeksi dibuang lalu bonsai yang segar di tempatkan disektarnya.

HAMA PINUS

Penyakit ini disebabkan jamur yang menyerang tanaman pinus yang masih kecil.Mula-mula muncul gejala berupa bercak coklat pada “daun jarum pinus”, lalu berkembang menjadi garis-garis diagonal berwarna hitam. Karena penyakit ini bisa menyebar ketanaman/daun didekatnya, maka sebelum semua “daun jarum” mati, semprotkan fungisida setiap dua minggu sekali dengan 0,2% Maneb atau fungisida berbahan aktif tembaga lainnya. Bila pinus itu masih menampakan gejala “daun jarum” yang berwarna coklat, maka bagian tersebut harus dipotong dan dibuang supaya tidak menulari bagian lainnya.

BUSUK AKAR

Busuk akar paling umum terjadi pada bonsai, tapi penyebabnya juga sangat bervariasi. Penyakit ini bisa terjadi sebagai akibat dari kesalahan pemeliharaan tanaman. Mungkin karena kebanyakan disiram, terlalu banyak diberikan pupuk, atau pencampuran tanah yang salah. Busuk akar bisa juga disebabkan kondisi terlalu kering, sehingga akar serabut tanaman mati dan kemudian busuk pada saat penyiraman berikutnya.

Pertolongan pertama yang harus diberikan adalah dengan memotong/membuang akar busuk tersebut, lalu akar dicelupkan ke dalam larutan Benomyl atau Orthocide. Setelah itu ganti tanah pot dangan tanah baru.

Pada awal pemindahannya, penyiraman diberikan secukupnya saja supaya akar serabut bisa tumbuh lebih dahulu, sampai akar tanaman bisa menyerap air sebagaimana tanaman sehat. Kemudian bonsai disiram lebih kering, dan tanaman diletakan di tempat yang ternaungi.

( Heru Prihmantoro)


Hama dan Penyakit Bonsai

Cara yang dianggap paling efektif untuk mengendalikan hama dan penyakit bonsai adalah dengan perawatan dan pengamatan tanaman secara teratur. Meskipun demikian, kalau serangan hama dan penyakit tetap terjadi, perlu dilakukan upaya penaggulangan sebagai berikut.
Bila ternyata tanaman tetap sakit walau perawatan dan pemeliharaannya sudah betul, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah memeriksa dengan teliti tajuk tanamannya. Bila sehat dan tidak terlihat gejala serangan, maka tanaman tersebut dibongkar dengan hati-hati dari potnya, dan dilihat akarnya. Bila penampilan akar masih kuat dan ujung-ujungnya juga masih putih berarti fungsinya masih baik, bisa disimpulkan gejala penyakit bukan berasal dari sana. Namun bila akarnya berwarna kecoklatan dan terlihat berubah bentuk, bisa dipastikan di situlah biang keladinya. Adapun hama dan penyakit yang biasa menyerang bonsai adalah sebagai berikut.
APHIS
Serangga ini biasanya terdapat pada permukaan bawah daun, mengumpul dekat tulang daun atau di pucuk/tunas. Pengendalian hama ini mudah, cukup dengan cara menyemprotnya dengan air bertekanan tinggi supaya jatuh dan mati. Atau bisa juga menggunakan insktisida ringan.
SEMUT
Sebenarnya hama ini tidak merugikan secara langsung, namun biasanya ia muncul bersama-sama dengan Aphis, dan membantu penyebaran hama tersebut.
APHIS AKAR
Aphis ini dapat menyebabkan daun bonsai menjadi layu. Ia merupakan serangga putih kecil yang hidupnya di akar tanaman. Namun jangan salah sebab ada sejenis cendawan yang hidupnya juga diakar, sering berbentuk buntalan-buntalan kecil bening dan umumnya terdapat di akar pohon pinus (Mycorrhiza). Cendawan ini menguntungkan bagi tanaman, sebab ia bersimbiosis mutualisme dengan akar tanaman tersebut.
Hama Aphis akar bisa dikendalikan dengan penyemprotan insektisida yang diinjeksikan langsung ke dalam tanah.
KUTU WOL atau KUTU PUTIH
Hama ini biasa dijumpai di batang, dicabang-cabang atau pangkal tangkai daun, dan disepanjang tulangdaun. Bentuknya seperti bola kapas atau wol kecil-kecil. Perlakuan pengendaliannya sama dengan Aphis.
KUTU TEMPURUNG atau PERISAI
Koloninya biasanya menempel dipermukaan bawah daun, baik dipohon lunak atau keras. Bentuknya seperti tempurung atau sisik-sisik kecil, umumnya berwarna coklat. Pengendalian bisa dilakukan dengan membuangnya menggunakan tangan, sikat halus atau dengan insektisida sistemik.
ULAT DAUN
Hama ini mudah terlihat, dan sering berada tidak jauh dari tanamannya, sehingga penaggulangannya pun lebih mudah. Caranya cukup dengan mengambil ulatnya bila terlihat lalu membunuhnya, atau semprot dengan insektisida secara berkala untuk menghindari serangan.
TUNGAU MERAH
Hama ini biasanya menyerang tanaman juniperus, blackpine, bila cuaca lebih kering dari biasanya. Gejala serangan: daun menjadi kekuningan dan pucat. Umumnya ia hanya menyerang bagian-bagian tertentu dari tanaman. Untuk melihatnya, Anda harus meletakkan selembar kertas putih bersih di bawah tajuk, lalu batangnya ditepuk-tepuk supaya hama jatuh. Di atas kertas itu akan terlihat makhluk kecil berwarna merah yang berjalan pelan. Untuk melihat bentuknya secara jelas makhluk itu harus diletakkan dibawah kaca pembesar atau mikroskop.
Perlakuan khusus harus diberikan untuk menaggulangi hama ini, biasanya digunakan Akarisida Sistemik yang sesuai dan dosis yang dianjurkan. Pengendalian secara dini harus dilakukan pada saat periode vegetatif muncul.
CACING TANAH
Sebenarnya hewan ini tidak merusak secara langsung tapi kotoran yang dikeluarkannya sangat lengket hingga bisa menyebabkan terganggunya drainase. Jadi hama ini harus dihindari.
SIPUT
Hewan ini memakan seluruh bagian tanaman. Pemberantasannya harus dilakukan pagi-pagi benar, sebab aktifitasnya hanya pada malam hari. Namun ia juga bisa dikendalikan dengan cara meletakkan pellet beracun khusus untuknya. Cara lain yang lebih mudah, yaitu memancing kedatangannya dengan meletakan tapai singkong atau ketan diatas permukaan tanah pada malam hari, lalu keesokan paginya siput yang ada di sekitar tapai dibunuh.
THRIPS
Serangga ini umumnya menyerang daun tanaman beringin (Ficus benyamina). Daun yang diserangnya akan melipat dan menangkup. Bila tangkupannya dibuka , didalamnya terlihat serangga Thrips itu. Bentuknya seperti jarum-jarum berjalan, bila diganggu kadang bagian belakang tubuhnya (abdomen) mengangkat ke atas.Ukurannya kecil berwarna hitam saat dewasa dan kecoklatan bila masih muda di permukaan daun terlihat bercak-bercak berwarna putih kemudian berwarna coklat. Selanjutnya, bentuk daun itu menjadi keriting dan tidak beraturan.
Pengendalian hama ini cukup sulit,sebab ia bersarang di dalam lipatan daun. Cara termudah adalah dengan membuang dan membakar daun atau ranting yang terserang atau dengan memberikan insektisida sistemik melalui tanah atau langsung ke daun.

Hama Tanaman Alami


Mengendalikan hama menggunakan predator dannematoda tidak semudahmenyemprot dengan pestisida namun cara pengendalian dengan musuh alami ini lebih disukai karena aman bagi lingkungan dan murah.

Pengendalian hama tanaman menggunakan musuh alami sejak 1987 kembali popular setelah pestisida yang semula diandalkan, ternyata menimbulkan berbagai bencana yang kian sulit diatasi. Pengendalian yang resikonya justru lebih gawat daripada serangan hama.Sementara hama yang disemprot malah kebal dan keturunan yang dihasilkan semakin banyak

Musuh Alami Lebih Aman

“Pengalaman buruk itu mendasari penggunaan kembali musuhalami untuk mengendalikan populasi hama.”kata Oka.pengendalian dengan musuh alamiwaktu zaman Belanda memang pernah dipakaiuntuk mengatasi hama kelapa dan tebu. Sejak 1979 cara pengendalian ini ditetapkan sebagai komponen PHT ,program nasional pengendalian hama yang mendahulukan pemanfaatan musuh alami sebelum memakai pestisida.

Pada era petani ‘getol’ memakai insektisida, serangan wereng pernah mewabah disentra produksi padi. Namun sejak penggunaan insektisida dibatasi sehingga musuh alami, yaitu predator dan parasit (predator adalah binatang yang suka makan hama, sedangkan parasit hidup dalam tubuh hama) tidak terbunuh, “tak terdengar lagi ada laporan wereng mengacau tanaman petani,” kata Oka.

Menurut ahli hama yang pernah mendatangkan predator dan prasit kutu loncat dari Hawaii ini, dengan musuh alami produksi tanaman tetap mantap, lingkungan dan petani tetap sehat. Dan subsidi pemerintah bisa dikurangi

Nemaatoda Sebagai Musuh Hama

Menurut dr. sudjarwo, staf pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto, selain predator dan parasit, Nematoda juga berpotensi sebagai pengendali hama. Meskipun demikian, ia mengakui pengendalian hama dengan Nematoda belum pernah dilakukan di Indonesia. “Saat ini fokusnya baru kepada predator dan parasit,” katanya.

Nematoda umumnya dipandang sebagai cacing renik pengganggu tanaman. ”Anggapan itu tidak salah,” Komentar Sudjarwo. Dialam memang terdapat jenis Nematoda yang menjadi parasit binatang. “Nematoda jenis inilah yang dipakai untuk mengendalikan hama,” ulasnya.

Saat ini pengendalian hama dengan Nematoda berkembang dengan pesat di Amerika Serikat. Kebanyakan petani anggur dan cranberry selalu bekerja sama dengan ocean spray, koprasi petani buah terbesar disana. Konon, pengendalian serangan kumbang bubuk dengan Nematoda bisa mencapai 90-96%. Hal ini membuat EPA (Environmetal Protection Agency), lembaga perlindungan lingkungan Amerika Serikat, semakin giat meneliti efektifitas Nematoda, untuk melengkapi teknik pengendalian memakai musuh alami yang telah lebih dulu dikenal.

Pengendalian Lebih Efisien

Keberhasilan pengendalian hama dengan memanfaatkan musuh alami umumnya tidak dapat langsung terlihat dan sulit diamati secara jelas. Meskipun demikian, baik Oka maupun Sudjarwo Sependapat, teknik ini jauh lebih efisien daripada pengendalian memakai bahan kimia. “Musuh alami’kan tidak tidak perlu beli. Lagi pula, penekanan populasi hama berlangsung lama penaganannya tak perlu dilakukan berulang- ulang seperti pada penggunaan pestisida,” Kata Oka

Teknik pengendalian memakai musuh alami paling tepat untuk mengatasi hama tanaman perkebunan, karena ekosistemnya stabil. Untuk tanaman pangan yang umumnya dipanen tiap 3 atau 4 bulan, Sudjarwo menyarankan, “Musuh alami yang harus dijaga agar sampai terkena pengaruh buruk pestisida.”

Dalam program PHT, penggunaan pestisida harus selalu didasari pada pengamatan populasi hama. Jika dengan cara pengendalian lainnya populasi hama tetap mencapai batas ambang ekonomi (batas yang dapat menimbulkan kerugian jika populasinya tidak segera dikendalikan), pestisida baru boleh dipakai. Itu pun harus yang berspektrum sempit dan tidak membunuh musuh alami. (Nursasongko Anwar/ Peliput Suci PS.)